Senin, 13 Februari 2023

KH. Ali Maksum

Pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Rais 'Am PBNU menggantikan kedudukan KH Bisyri Syansuri yang wafat pada 19 Jumadil Akhir 1400 H/25 April 1980 M. Dikukuhkan sebagai Rais “Am untuk Periode 1982-1984 melalui Munas Alim Ulama (1982) di Yogyakarta. Dilahirkan di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, 2 Maret 1915. Ayahnya adalah KH Maksum (pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah, Lasem) dan ibunya adalah Siti Nuriyah. 

Sejak kecil, Ali belajar agama pada sang ayah. Pada usia 12 tahun, setelah mempelajari beragam kitab termasuk menghafalkan Alfiyah Ibnu Malik, ia dikirim sang ayah untuk belajar di Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur, yang waktu itu diasuh oleh KH Dirnyati dan dilanjutkan KH Hamid Dimyati. Di Pesantren Tremas, meskipun bukan termasuk keluarga pesantren, Ali diperlakukan sebagai seorang Gus, hingga pada akhirnya ia pada 1932 bersama Gus Hamid Dimyati dapat meyakinkan KH Dimyati dan seluruh keluarga pesantren Tremas untuk menerapkan pengajaran dengan sistem madrasi (klasikal) serta memperkenalkan kitab-kitab baru. Harihari berikutnya muncul empat pembaru di Pesantren Tremas, yakni Gus Hamid Dimyati, Gus Rahmat Dimyati, Gus Muhammad bin Syaikh Mahfud (putra Syaikh Mahfud at-Tarmasi), dan Gus Ali Maksum. Atas kepeloporan tersebut, salah seorang murid Ali Maksum, Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, Menteri Agama RI (19731978), mengatakan bahwa Ali Maksum merupakan pembaru pesantren karena memperjuangkan adanya kegiatan belajar yang bersifat madrasi dan memperkenalkan kitab-kitab baru yang sebelumnya tidak pernah diajarkan. Dari Tremas, Ali melanjutkan studi di Pekalongan, Jawa Tengah. la berguru kepada KH Den Rahmat, KH Amir, dan KH Dahlan (adik kandung Syaikh Machfud atTarmasi). Ia juga berguru ilmu falak kepada KH Sya'ban al-Falaki di Semarang. Pada 1938, KH Maksum menikahkan Ali dengan Hasyimah, putri dari KH Muhammad Munawir (pendiri dan pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta) yang merupakan teman KH Maksum. Tetapi, satu bulan setelah menikah, Ali berangkat ke Mekah untuk nyantri hingga beberapa tahun. Di Mekah, ia memperdalam bahasa Arab dan tafsir Al-Our'an. Di antara guru-gurunya adalah Sayyid Alwi al-Maliki, Syaikh Mufti al-Maliki, Syaikh Umar Hamdan, dan lain-lain. Pada 1944, Ali Maksum mulai dipanggil dengan sebutan “kiai”. Ia kemudian dibawa ke Krapyak untuk mengelola dan mengasuh Pesantren Krapyak sepeninggal Kiai Munawir. Kondisi pesantren waktu itu pada umumnya berada dalam kesulitan akibat kebijakan yang diterapkan Pemerintah Jepang yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Kiai Ali Maksum terkenal sebagai ahli tafsir dan bahasa Arab, hingga orang memberinya julukan “Munjid Berjalan”. Al-Munjid adalah kamus bahasa Arab yang populer karya Louis Ma'luf (Beirut, Lebanon). Selain mengasuh Pesantren Krapyak, ia menjadi dosen luar biasa di bidang ilmu tafsir di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. la juga penggagas Ash-Sharful Wadlih, kitab ilmu sharaf yang berbeda dengan ilmu sharaf dari Jombang. Kiai Ali Maksum memulai karier sebagai aktivis NU di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia pernah beberapa kali menduduki jabatan Rais Syuriyah PWNU DIY hingga mencapai puncak ketika terpilih sebagai Rais 'Am PBNU (19821984). Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Konstituante mewakili NU DIY. Setelah menjabat Rais “Am, ia menjadi orang kedua dalam jajaran Mustasyar PBNU setelah KH As'ad Syamsul Arifin. Pada akhir 1989, atau beberapa minggu setelah menjadi tuan rumah Muktamar NU ke-27 di Krapyak, KH Ali Maksum wafat. Ia meninggalkan seorang istri (Ny. Hasyimah Ali) dan enam orang anak, yakni: KH Atabik Ali, KH Jirjis Ali, Hj Siti Hanifah, Hj Durrah Nafisah, H. Rifai Ali (Gus Kelik), dan Hj Ida Rufaida.

Sumber : NU Online 
Continue reading KH. Ali Maksum